News Update :
Showing posts with label Pustaka HMI. Show all posts
Showing posts with label Pustaka HMI. Show all posts

Pengertian-Pengertian dasar Tentang Kemanusiaan

Published by : Unknown on Tuesday, May 20, 2014 | 4:21 PM

Tuesday, May 20, 2014

Diketik ulang dari Nilai-Nilai Dasar Perjuangan HMI (NDP Cak Nur)


Ringkasan 

Telah disebutkan di muka, bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan makhluk yang tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di bumi. Sesuatu yang membuat manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (Hanief) (30:30). “Dlamier” atau hati nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran. Tujuan hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan Yang Maha Esa (51:56, 3:156).

Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya dari makhluk-makhluk yang lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi manusia sejati.

Kehidupan dinyatakan dalam kerja atau amal perbuatannya (19:105, 53:59). Nilai-nilai tidak dapat dikatakan hidup dan berarti sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan amaliah yang kongkrit (61:2-3). Nilai hidup manusia tergantung kepada nilai kerjanya. Di dalam dan melalui amal perbuatan yang berperikemanusiaan (fitrah sesuai dengan tuntutan hati nurani) manusia mengecap kebahagiaan, dan sebaliknya di dalam dan melalui amal perbuatan yang tidak berperikemanusiaan (jihad) ia menderita kepedihan (16:97), 4:111).

Hidup yang penuh dan berarti ialah yang dijalani dengan sungguh-sungguh dan sempurna, yang didalamnya manusia dapat mewujudkan dirinya dengan mengembangkan kecakapan-kecakapan dan memenuhi keperluan-keperluannya. Manusia yang hidup berarti dan berharga ialah dia yang merasakan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kegiatan-kegiatan yang membawa perubahan kearah kemajuan-kemajuan, baik yang mengenai alam maupun masyarakat, yaitu hidup berjuang dalam arti yang seluas-luasnya (29:6).

Dia seorang yang ikhlas, artinya seluruh amal perbuatannya benar-benar berasal dari dirinya sendiri dan merupakan pancaran langsung daripada kecenderungannya yang suci yang murni (2:207, 76:89). Suatu pekerjaan dilakukan karena keyakinan akan nilai pekerjaan itu sendiri bagi kebaikan dan kebenaran, bukan karena hendak memperoleh tujuan lain yang nilainya lebih rendah (pamrih) (2:264). Kerja yang ikhlas mengangkat nilai kemanusiaan pelakunya dan memberinya kebahagiaan (35:10). Hal itu akan menghilangkan sebab-sebab suatu jenis pekerjaan ditinggalkan kebahagiaan hidup manusia, tidak ada kebahagiaan sejati tanpa keikhlasan dan keikhlasan selalu menimbulkan kebahagiaan.

Hidup fitrah ialah bekerja secara ikhlas yang memancar dari hati nurani yang hanief atau suci.

Download Full Pengertian-Pengertian dasar Tentang Kemanusiaan via 4shared.com

comments | | Read More...

Dasar Dasar Kepercayaan NDP HMI

Published by : Unknown on Sunday, May 4, 2014 | 6:34 PM

Sunday, May 4, 2014

Diketik ulang dari Nilai-Nilai Dasar Perjuangan HMI (NDP Cak Nur)


Ringkasan

Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikian pula cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya.

Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena bentuk-bentuk kepercayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang benar. Disamping itu masing-masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur baur.

Oleh karena itu, pada dasarnya, guna perkembangan peradaban dan kemajuannya, manusia harus selalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata nilai yang tradisional, dan menganut kepercayaan yang sungguh-sungguh yang merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai dan pangkal nilai itu haruslah kebeneran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah Tuhan Allah SWT.

Tuhan itu ada, dan secara mutlak hanyal Tuhan. Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain. Tetapi karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian hakekat Tuhan yang sebenarnya. Namun, demi kelengkapan kepercayaan kepada Tuhan, manusia memerlukan pengetahuan secukupnya tentang Ketuhanan dan tata nilai yang bersumber kepada-Nya. Oleh sebab itu, diperlukan sesuatu yang lain yang lebih tinggi namun tidak bertentangan dengan insting dan indera.

comments | | Read More...

Inti NDP "Beriman, Berilmu dan Beramal"

Published by : Unknown on Wednesday, April 2, 2014 | 8:49 PM

Wednesday, April 2, 2014

Oleh Admin Dunia Insan Kamil


Ringkasan Inti NDP "Beriman, Berilmu dan Beramal"
Kalau teman-teman melihat NDP, tentu saja dibagi-bagi menjadi beberapa bagian. Yang pertama “Dasar-Dasar Kepercayaan”, “Kemanusiaan”, “Kemerdekaan Manusia”, “Ikhtiar dan Takdir”, ini tentu saja banyak sekali unsur dan tulisan H. Agus Salim; Filsafat tentang Tauhid, Takdir dan Tawakkal misalnya. Kemudian “Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan”, atau “Individu dan Masyarakat”, “Keadilan Sosial” dan “Keadilan Ekonomi”, “Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan”, lalu kesimpulan dan penutup. Saya tidak akan menerangkan semua NDP. “Dengan demikian sikap hidup manusia menjadi sangat sederhana. Yaitu beriman, berilmu dan beramal”. Ya, biasa, kalau suatu ungkapan yang sudah menjadi klise, itu tidak menggugah apa-apa. Apa makna beriman, berilmu, beramal, saya kira itu telah menjadi kata-kata harian.

Saya kira hidup beriman, tentu saja personal, pribadi sifatnya. Setiap manusia itu harus menyadari tidak bisa tidak harus punya nilai. Oleh karena itu iman adalah primer. Iman adalah segalanya. Oleh karena iman disitu adalah sandaran nilai kita, ini kemudian diungkapkan secara panjang lebar dalam bab Dasar-Dasar Kepercayaan. Kenapa manusia memiliki kepercayaan. Di situ, misalnya, kita menghadapi satu dilema; satu dilema pada manusia, yang dikembangkan dalam Syahadat La ilaha ilallah. Tiada Tuhan melainkan Allah SWT. Di sini kita bagi dalam dua, nafyu dan itsbat. Artinya negasi dan afirmasi

Sebab bangsa Muslim yang pertama yang bukan orang Arab, itu yang besar adalah orang Persi. Memang sebelum itu orang Syiria, Mesir, semua bukan Arab. Tetapi mungkin karena latar belakang kultural mereka itu tidak begitu kuat, maka mereka ter-Arabkan sama sekali, Sehingga orang Mesir sekarang sudah tidak ada lagi. Mereka semua menjadi orang Arab. Termasuk Khadafi yang keturunan Kartago, itu juga menjadi orang Arab. Kalau dari sejarah, Khadafi itu lebih dekat dengan orang-orang Yunani, orang Romawi dan sebagainya sebagai keturunan Kartago. Libya bukan tempatnya orang-orang Kartago dulu dan mereka itu lebih banyak orang-orang Quraisy. Tetapi mereka menjadi Arab dan berbahasa Arab. Maka, yang disebut dengan bangsa-bangsa Arab itu, secara darah sebetulnya sebagian besar bukan orang-orang Arab, tetapi orang yang berbahasa Arab.

Bangsa Muslim yang pertama bukan Arab dan sampai sekarang tidak berhasil di-Arabkan adalah bangsa Persi. Padahal secara geografis itu paling dekat dengan dunia Arab. Mengapa? Karena latar belakang kebudayaan Persi yang besar itu paling dekat dengan dunia Arab. Mengapa? Karena latar belakang kebudayaan Persi yang besar itu, sehingga mereka tidak bisa di-Arabkan. Oleh karena itu, bangsa Persi-lah yang pertama kali menghadapi masalah terjemahan ini sebabg Islam datang dengan berbahasa Arab. Sehingga mazhab Hanafi yang Abu Hanifah itu sendiri orang Persi – berpendapat, sembahyang dalam terjemahan itu boleh. Itulah sebabnya mengapa orang-orang Persi selalu menggunakan Khoda untuk Allah. Kita mengetahui bahwa bahasa Persi itu adalah satu rumpun dengan bahasa Jerman, Inggris dan Sansekerta. Sehingga Baitullah misalnya, mereka terjemahkan menjadi Khanih-e Khoda. Maka dari itu, ketika zaman modern sekarang ini dan umat Islam mulai menyebar ke mana-mana termasuk ke negeri-negeri Barat, maka ada persoalan, yaitu kalau Al-Qur’an diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, misalnya, bagaimana menerjemahkan? Apakah Allah harus diterjemahkan menjadi God, ataukah tidak. Itu sudah ada dua pendapat. Misalnya, The Meaning of The Glorious Qur’an tidak menerjemahkan perkataan Allah. Sama sekali tidak. Tetapi sebaliknya Yusuf Ali yang orang Pakistan, yang tafsirnya juga diterbitkan oleh Rabithah Alam Islami di Mekkah, menerjemahkan Allah dengan God sehingga dalam terjemahan dia, itu tidak ada sama sekali perkataan Allah, karena jadi God semua. Dan Khomeini yang sekarang mendirikan negara Islam di Iran, konstitusinya dalam versi bahasa Inggris, menerjemahkan la ilaaha illa-Allah, dengan there is no god but God. Ini penting mengapa ulasan ini agak panjang karena ada implikasinya. Yaitu salah satu problem kita di Indonesia ini ialah bahwa tradisi intelektual Islam kita masih muda sekali, sehingga orang sering kehilangan jejak, akhirnya bingung. Buku Yusuf Ali yang saya beli dari Mekkah yaitu ketika saya mengadakan kunjungan ke beberapa negara ke Timur Tengah diberi pengantar dari sekjend Rabithah Alam Islami. Kita bisa melihat sekarang di sini misalnya perkataan la ilaaha illa-Allah bagaimana diterjemahkan. Begitu juga dalam tafsir Muhammad Asada tau dalam Konstitusinya Khomeini. Kita boleh tidak setuju dengan ajaran Syi’ah, tetapi jangan phobia. Justru bobot NDP sebetulnya menghilangkan itu. Sedangkan Islam itu sendiri berada di tengah-tengah umat manusia. Jadi, kita ini harus muslim di tengah umat Islam itu sendiri. Oleh karena itu, mungkin saudara-saudara juga tahu bahwa saya selalu mengatakan tidak setuju dengan sensor. Orang boleh dengan tidak setuju dengan suatu paham, tetapi jangan menyensor.

Karena itu sebenarnya, di Indonesia kata Allah itu diterjemahkan menjadi kata Tuhan. Menurut saya bisa, Khomeini saja bisa kok, mengapa kita tidak bisa. Itu Yusuf bisa, bahkan itu diterbitkan oleh Rabithah Alam Islami. Jadi, tiada Tuhan dengan t kecil (tuhan), kecuali Tuhan itu bisa. Waktu itu saya tidak tahu, bahwa Buya Hamka pernah menerangkan hal ini, sehingga ketika saya terlibat dalam polemic itu ada seorang teman yang bersuka rela memberika kepada saya copy dari polemik Buya Hamka dengan seseorang melalui surat menyurat. Dan sekarang sudah diterbitkan dalam sebuah buku, yaitu Hamka Menjawab Masalah-masalah Agama.

Dalam psikologi agama ada yang disebut dengan convert complex. Convert artinya orang yang baru saja memeluk agama. Lalu complex, perasaan sebagai agamawan baru. Misalnya, di masyarakat ada saja bekas tokoh yang kurang senang pada agama, lalu menjadi fundamentalistik sekali.

Nah, karena tradisi intelektual kita itu begitu muda, begitu rapuh, kita sering kehilangan jejak. Kemudian bingung. Ada cerita menyangkut dua orang Minang: H. Agus Salim dan Sutan Takdir Alisyahbana. Sudah tahulah Takdir Alisyahbana, seorang yang mengaku sebagai orang yang modern dan sangat rasionalistik, oleh karena itu, dia pengagum Ibnu Rusd. Dia selalu bilang, dunia ini kan persoalan pertengkaran antara Ghazali dan Ibnu Rusd. Karena di dunia Islam Ghazali yang menang dan di dunia Barat, Ibnu Rusd yang menang, maka akhirnya Ibnu Rusd yang menjajah Ghazali. Jadi Indonesia dijajah Belanda itu sebetulnya Ghazali dijajah Ibnu Rusd, menurut Takdir Alisyahbana. Karena apa? Ghazali mewakili mistisisme, intuisisme, sedangkan Ibnu Rusd mewakili rasionalissme.

Ada betulnya juga, meskipun tidak seluruhnya. Suatu saat pak Takdir konon menggugat H. Agus Salim. Katanya begini, “Pak Haji, pak haji ini kan orang terpelajar sekali, masa masih biasa sembahyang. Artinya, kok masih mempercayai agama?’ Lalu dibilang oleh H. Agus Salim, “Maksud saudara apa?”, “Maksud saya, sebagai orang terpelajar saya tidak membenarkan sesuatu kecuali saya paham betul”. Betul memang begitu, Al-Qur’an sendiri menyatakan begitu. Akan tetapi begini, kita kan terbatas, karena terbatas kalau rasio kita sudah pol begitu, maka sebagian kita serahkan kepada iman.” Jadi, masalah iman itu adalah bagian daripada hidup dan itu adalah kewajiban daripada rasional kita. Rupanya Takdir belum puas dengan jawaba itu. Lalu Salim membuat jawaban yang lucu dan benar. Di bilang begini, “Begini aja deh, Takdir kan orang Minang. Kan suka pulang ke Minangkabau, pulang kampung, naik apa?” “naik kapal” jawab Takdir. Rupanya waktu itu belum bisa naik pesawat, pesawat belum begitu banyak. “Nah”, kata Agus Salim, “Kamu naik kapal itu menyalahi prinsipmu, kamu tidak akan menerima sesuatu kecuali kalau paham seluruhnya. Jadi asumsinya, kalau kamu naik kapal, adalah kalau sudah paham tentang seluruhnya yang ada di dalam kapal itu. Termasuk bagaimana kapal dibikin, bagaimana menjalankan, bagaimana kompasnya, bagaimana ini dan sebagainya. Nah, begitu ketika kamu menginjakkan kaki ke gealada kapal Tanjung Priok, itu kan sudah ada masalah iman. Kamu percaya kepada nakhoda, kamu percaya kepada orang yang bikin kapal ini bahwa ini nanti tidak pecah di Selat Sunda dan kamu kemudian tenggelam. Percaya, percaya dan semua deretan kepercayaan.

Agus Salim melanjutkan, “Sedikit sekali yang kamu ketahui tentang kapal. Paling-paling bagaimana tiketnya dijual di loketnya saja yang kamu tahu. Pembuatan tiket juga kamu tidak tahu” katanya. Lalu Salim bilang begini, “Seandainya kamu konsisten dengan jalan pikiran kamu hai Takdir, mustinya kamu pulang ke Minang itu berenang. Ya, begitu sebab berenang itu yang paling memungkinkan usahamu. Itu saja masih banyak sekali masalah. Bagaimana gerak tangan kamu saja mungkin kamu tidak paham, “katanya, lalu ini yang menarik,”Nanti kalau kamu berenang di Selat Sunda kamu di ombang-ambing ombak dan kamu akan berpegang pada apa saja yang ada. Dalam keadaan panik, kamu akan berpegang pada apa saja yang ada. Untung kalau kamu ketemu balok yang mengambang. Akan tetapi, kalau kamu ketemu ranting, itupun akan kamu pegang. Ketemu barang-barang kuning juga kamu pegang”. Itu kata Agus Salim.

comments | | Read More...

Ringkasan Latar Belakang Perumusan NDP

Published by : Unknown on Friday, March 21, 2014 | 8:27 PM

Friday, March 21, 2014


Disunting dari Hasil-Hasil Kongres Depok 5-10 November 2010
Sebetulnya tidak ada masalah apabila kita sebagai orang muslim berpedoman pada ajaran Islam, memandang segala sesuatu dari sudut ajaran Islam, termasuk terhadap masalah-masalah kemasyarakatan, kenegaraan Pancasila.

Saya disebut-sebut sebagai orang yang merumuskan NDP, meskipun diformalkan oleh Kongres Malang. Itu terjadi 17 tahun lalu. Jadi, sebagai dokumen organisasi, apalagi organisasi mahasiswwa, NDP itu sudah cukup tua. Oleh karena itu, ada teman berbicara tentang NDP dan kemudian mengajukan gagasan misalnya untuk tidak mengubah-mengembangkan dan sebagainya, maka saya selalu menjawab, dengan sendirinya memang mungkin untuk diubah dalam arti dikembangkan.

NDP, Kesimpulan Suatu Perjalanan

Saya ingin bercerita sedikit. Mungkin ada gunanya walaupun cerita ringan saja. Yaitu bagaimana NDP itu lahir.

Ahmad Wahib dalam bukunya Pergolakan Pemikiran Islam yang sangat kontroversial itu menulis bahwa saya dalam tahun 1968 diundang untuk mengunjungi universitas-universitas di Amerika yang waktu itu merupakan pusat-pusat kegiatan mahasiswa. Dan kepergian saya Amerika itu mengubah banyak sekali pendirian saya. Dan kepergian saya ke Amerika itu mengubah banyak sekali pendirian saya, begitu kata Wahib dalam bukunya, maaf saja, tidak benar. Jadi, di sini Ahmad Wahib salah. Memang perlawatan yang dimulai dari Amerika itu banyak sekali mempengaruhi saya, tetapi bukan pengalaman di Amerika yang mempengaruhi saya, tetapi bukan pengalaman di Amerika yang mempengaruhi saya, melainkan justru di Timur Tengah.

Pokoknya dari semua tempat itu saya mengadakan diskusi macam-macam. Dan konklusinya begini; saya kecewa terhadap tingkat intelektualitas kalangan Islam di Timur Tengah saat itu. Sehingga saya lalu ingat Buya Hamka, ketika suatu saat Buya minta izin kepada K.H. Agus salim untuk pergi ke Timur Tengah, belajar. Jawab K.H. Agus Salim seperti yang diumat dalam Gema Islam dahulu dan sebagainya, ”Malik, kalau kamu pergi ke Mekkah atau Timur Tengah, boleh saja. Kamu akan fasih berbahasa Arab barangkali. Tetapi paling-paling kamu akan jadi lebai, kalau pulang. Tetapi sebaliknya kalau kamu ingin mengetahui Islam secara intelek, lebih baik di sini. Belajar sama saya”. Dan saya setuju dengan pendapat K.H. Agus Salim.

Setelah pulang dan haji, saya ingin menulis sesuatu tentang nilai-nilai dasar Islam. Seluruh keinginan saya untuk bikin NDP saya curahkan pada bulan April, untuk bisa dibawa ke Malang pada bulang Mei. Jadi, NDP itu sebetulnya merupakan kesimpulan saya dan perjalanan yang macam-macam di Timur Tengah selama tiga bulan lebih itu. Jadi, sama sekali salah kalau Ahmad Wahib mengatakan itu adalah pengaruh kunjungan di Amerika. Begitulah singkatnya cerita. Namanya saja NDP, Nilai-Nilai Dasar Perjuangan. Tentu saja bahannya itu macam-macam. Saya ingin menceritakan, mengapa namanya NDP. Sebetulnya teman-teman pada waktu itu dan saya sendiri berpikir untuk memberikan nama NDI, Nilai-Nilai Dasar Islam. Akan tetapi, setelah saya berpikir, kalau disebut Nilai-Nilai Dasar Islam, maka klaim kita akan terlalu besar. Kita terlalu mengklaim inilah Nilai-Nilai Dasar Islam. Oleh karena itu, lebih baik disesuaikan dengan aktivitas kita sebagai mahasiswa. Lalu saya mendapat ilham dari beberapa sumber. Pertama adalah Willy Eicher, seorang ideology Partai Sosial Demokrat Jerman yang membikin buku, The Fundamental Values and Basic Demand of Democratic Socialism. Nilai-Nilai Dasar dan Tuntutan-tuntutan Asasi Sosialisme Demokrat. Nah, ini ada “nilai-nilai dasar”. Kemudian “perjuangan”-nya dari mana? Dan karya Syahrir mengenai ideologi sosialisme Indonesia yang termuat dalam Perjuangan Kita. Dan ternyata Syahrir juga tidak orisinal. Dia agaknya telah meniru dari buku Hitler, Mein Kamf. Jadilah Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) itu. Kemudian saya bawa ke Malang, ke Kongres IX, Mei 1969. Tetapi di sana tentu saja agak sulit dibicarakan karena persoalannya demikian luas sehingga tidak mungkin suatu Kongres membicarakannya. Lalu diserahkan pada kami bertiga; Saudara Endang Saifudin Anshari, Sakieb Mahmud dan saya sendiri. Nah, itulah kemudian lahir NDP, yang namanya diubah lagi oleh Kongres ke-16 HMI Menjadi NIK (Nilai Identitas Kader).

Download Full "Latar Belakang Perumusan NDP" File .pdf via 4shared.com
comments | | Read More...
 
Tentang Dunia Insan Kamil | Hubungi Kami | Disclaimer
| Copyright © 2013. Dunia Insan Kamil . All Rights Reserved.
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger