Oleh Siti Rayani Simatupang
Diketahui menurut informasi yang ada Pragmatisme merupakan sifat atau ciri seseorang yang cenderung berfikir praktis, sempit dan cepat. Orang-orang yang mempunyai sifat pragmatis ini menginginkan segala sesuatu yang dikerjakan atau yang diharapkan segera tercapai tanpa mau berfikir panjang dan tanpa melalui proses yang lama. Sehingga kadang kala hasilnya meleset dari tujuan awal. Tidak lagi berpikir kebutuhan akan nikmatnya menjalankan proses, tetapi membayang-bayangkan hasil yang maksimal didepan mata.
Sering kali sifat ini identik dengan orang yang kurang sabar dan ambisius terhadap impiannya. Orang yang ambisius ini selalu melakukan sesuatu atau melakukan perubahan secara cepat. Sehingga tidak heran kalau orang seperti ini mempunyai keinginan yang keras dan tidak mau dikalahkan oleh orang lain. Tapi, sifat ambisius ini cenderung ke hal yang negatif, mereka melakukan segala macam cara untuk mencapai keinginannya.
Salah satu contoh kecil pragmatisme mahasiswa yang terjadi adalah ketidakjujuran akademik. Permasalahan ini merupakan permasalahan yang sangat simpel yang terjadi dalam dunia pendidikan. Contohnya saat menempuh ujian, banyak sekali mahasiswa yang berlaku curang dalam dalam ujian seperti membuat contekan-contekan, mereka menulis ringkasan pelajaran dalam kertas-kertas kecil.
Didukung dengan kecanggihan tekhnologi yang berkembang pesat pada saat ini, mahasiswa dengan mudahnya mengakses segala macam informasi yang mereka inginkan dari internet. Cukup menggunakan sebuah telepon seluler yang disertai dengan kecanggihan dalam mengakses informasi. Sehingga mereka dengan mudahnya mendapatkan jawaban yang diinginkan tanpa perlu lagi mempelajari pelajaran yang diujikan. Hal itu mereka lakukan untuk mendapatkan nilai semaksimal mungkin, didalam otak yang terngiang minimal tidak nilai D itu sudah melebihi dari cukup.
Dengan berpikir segala sesuatu didunia ini bsa praktis kenapa harus repot-repot. Kepraktisan inilah yang menghambat pemikiran mahasiswa untuk mengeksplorasi pemikirannya. Sehingga mereka tidak lagi berpikiran secara kritis ketika menghadapi sebuah masalah. Tidak ada pembenaran dalam dunia pendidikan, kenyataan yang ada hal ini sudah mengakar dalam diri mahasiswa.
Kenyataannya, pengawasan dosen ketika ujian seakan tidak cukup mengamati lipatan-lipatan kertas yang sengaja di buat oleh mahasiswa untuk meraih nilai maksimal. Meng-copy sumber-sumber dari buku maupun internet merupakan hal yang sudah biasa dilakukan mahasiswa sekarang ini. Sehingga hal tersebut dapat mengurangi sifat kritik dari pemikiran mahasiswa dalam mengeksplorasi masalah yang terjadi.
Kondisi mahasiswa yang jauh dari etika akademik ini tidak bias dilepaskan dari factor eksternal tuntutan indeks prestasi tinggi. Pengukuran hasil belajar secara kuantitatif tetap menarik untuk diperdebatkan. Mahasiswa mengikuti perkuliahan hanya untuk mengejar nilai minimal tidak D, bahkan mengumpulkan tugas-tugas kuliah asal tepat waktu. Tidak dibantah dan mahasiswa berfikir sama bahwa dosen tidak mungkin memeriksa keseluruhan tugas mahasiswa, akibat kesibukannya yang padat. Mahasiswa memang mendapatkan nilai untuk tidak mengulang di semester depan, tetapi terdapat kemungkinan menihilkan proses ilmiah, seperti membaca literatur, mengakses informasi dan memahami materi kuliah secara komprehensif.
Fenomena pragmatisme mahasiswa ini, akhirnya justru membuka peluang bagi tumbuhnya jasa penyusunan skripsi. Mendapatkan rupiah melalui lahan ini cukup prospektif sambil terus meninabobokan budaya instan mahasiswa. Diperlukan tindakan tegas untuk memperkarakan secara hukum tukang jasa skripsi agar kredibilitas Perguruan Tinggi dalam mencetak lulusan tetap terjaga. Mahasiswa yang menguasai konsep dan pengetahuan secara luas dan mendalam terkait program studinya serta memiliki akuntabilitas untuk menampilkan cara kerja profesional di ranah publik.
+ comments + 2 comments
Adinda, rasanya abang dapat pencerahan dengan membaca artikel adinda. Dunia PT adalah laboratorium untuk mengasah idealisme, keluar dari laboratorium tempatkanlah idealisme itu pada posisi yang agung dan hadapilah dunia secara realistis.
Betul kakanda, konsep pendidikan (terutama dalam PT) seharusnya membangkitkan kreativitas dan hasrat untuk membuat inovasi karena pendidikan membuat karakter seseorang.
Post a Comment