Oleh Averroes F Piliang
Islam, yang menurut sejarah merupakan agama termuda diantara agama-agama yang lain. Mengapa demikian? Karena jika kita berbicara tentang kata “Agama” maka, sudah sewajarnya jika Islam termasuk termuda. Namun, seperti kita ketahui bahwa Agama, memiliki tujuan dan alasan sehingga Agama dapat bersifat otoritatif dalam konteks kehidupan manusia. Lantas apakah Islam itu merupakan atau hanya sekedar sebuah agama? Mari kita kaji terlebih dahulu mengenai agama.
Agama berasal dari kata sanskerta, yaitu “A” yang berarti tidak dan “Gama” yang berarti kekacauan. Sehingga arti dari agama adalah tidak kacau. Agama diawali dengan bentuk sebuah kepercayaan, dan kepercayaan diawali dari bentuk kebudayaan. Secara urutan kebudayaan diawali dari peradaban yang bersumber dari pemikiran dan pemikiran berasal dari manusia. Jika melihat konteks seperti ini, maka kata agama berasal dari manusia. Dan kemudian, manusia tentunya menciptakan suatu paradigm kehidupan dari agama. Namun, apakah ini sesuai dengan faktor dasar-dasar kemanusiaan dan kaitannya dengan ketuhanan?
Dalam bentuk kongkretnya, aktivitas kehidupan manusia tentunya memiliki bentuk arti tersendiri. Pastinya, aktivitas manusia yang diarahkan berawal dari niatan atau menunjukkan adanya sebuah nilai atau value. Nilai kehidupan inilah yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Namun, jika dasar kemanusiaan ini bersumber dari kategori yang sama (red manusia juga) maka nilai-nilai kehidupan tersebut tidak diawali dari sesuatu hal. Maka, identitas asli/ sejati dari manusia itu tidak dipengaruhi oleh sesuatu hal. Maka, perlu diketahui bahwa peran agama hanya dalam ruang lingkup yang kecil saja.
Seperti yang kita ketahui sebelumnya agama menuntun manusia bukan saja dalam konteks yang terbatas, agama juga harus menuntun kita pada konteks yang tidak terbatas. Karena jika terbatas, maka nilai dasar dari suatu agama sama halnya seperti manusia yang terbatas oleh ruang dan waktu. Tentunya agama dalam konteks yang terbatas tidak akan bertahan sampai akhir. Padahal manusia membutuhkan sebuah tuntunan yang akan mempengaruhi nilai kehidupan. Tuntunan tersebut berupa sebuah kepercayaan yang akhirnya melahirkan sebuah agama. Namun, dengan adanya perbedaan pandangan berpikir menunjukkan adanya perbedaan kepercayaan. Lantas bagaimana jika semua itu dipercayai?
Hubungan atau interaksi yang seperti banyaknya kepercayaan akan menimbulkan keraguan atau doubtful. Akhirnya manusia tidak memiliki nilai yang berujung dari arti kehidupan dalam aktivitasnya. Karena ketika mempercayai lebih dari satu kepercayaan sama halnya tidak mempercayainya sama sekali. Sekalipun kepercayaan tersebut melahirkan nilai kehidupan yang disebut dengan tradisi-tradisi yang ada. Manusia memerlukan satu kepercayaan yang dalam kenyataan aktivitas manusia memiliki sebuah kebenaran yang mendasar. Dimana kebenaran tersebut tentulah berasal dari manusia itu sendiri melainkan dari sumber tersendiri. Sumber dan nilai kehidupan tersebut haruslah mutlak dan kebenaran yang mutlak itu hanya bersumber dari Tuhan.
Kepercayaan yang sifatnya mutlak tersebut akan menopang kehidupan manusia ke arah yang mengkerucut kepada hal yang duniawi dan non-duniawi. Maka, kebenaran yang sifatnya mutlak tersebut haruslah menjadi fondasi dalam kehidupan manusia. Maka, dari awal terciptanya manusia sampai sekarang ini, kebenaran tersebut haruslah berlandaskan nilai-nilai kebenaran yang mutlak dan bersumber dari Tuhan, yaitu Allah SWT. Oleh karena itu, dalam bentuk nyatanya manusia perlu menjalaninya. Dan Islam menjawab tantang kehidupan tersebut melalui sebuah pengakuan berupa kalimat persaksian.
Tiada tuhan selain Allah merupakan kalimat pengakuan tersebut. Kalimat yang merupakan identitas paling dasar dari Islam. Dan ini menunjukkan bahwa, Islam itu bukan hanya sekedar sebuah agama yang menuntut kepada kehidupan yang tidak kacau balau saja, melainkan memiliki efek yang sifatnya bukan duniawi saja melainkan juga mampu menembus spiritual yaitu ukhrawi. Kalimat persaksian tiada tuhan selain Allah itu mengandung gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan “Tidak ada Tuhan” meniadakan segala bentuk kepercayaan seperti tradisi-tradisi yang ada, sedangkan perkataan “selain Allah” memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan menetapkan dan memilih nilai nili, dan itu berarti tunduk kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia itu sendiri. Tunduk dan pasrah itu disebut Islam.
Agama berasal dari kata sanskerta, yaitu “A” yang berarti tidak dan “Gama” yang berarti kekacauan. Sehingga arti dari agama adalah tidak kacau. Agama diawali dengan bentuk sebuah kepercayaan, dan kepercayaan diawali dari bentuk kebudayaan. Secara urutan kebudayaan diawali dari peradaban yang bersumber dari pemikiran dan pemikiran berasal dari manusia. Jika melihat konteks seperti ini, maka kata agama berasal dari manusia. Dan kemudian, manusia tentunya menciptakan suatu paradigm kehidupan dari agama. Namun, apakah ini sesuai dengan faktor dasar-dasar kemanusiaan dan kaitannya dengan ketuhanan?
Dalam bentuk kongkretnya, aktivitas kehidupan manusia tentunya memiliki bentuk arti tersendiri. Pastinya, aktivitas manusia yang diarahkan berawal dari niatan atau menunjukkan adanya sebuah nilai atau value. Nilai kehidupan inilah yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Namun, jika dasar kemanusiaan ini bersumber dari kategori yang sama (red manusia juga) maka nilai-nilai kehidupan tersebut tidak diawali dari sesuatu hal. Maka, identitas asli/ sejati dari manusia itu tidak dipengaruhi oleh sesuatu hal. Maka, perlu diketahui bahwa peran agama hanya dalam ruang lingkup yang kecil saja.
Seperti yang kita ketahui sebelumnya agama menuntun manusia bukan saja dalam konteks yang terbatas, agama juga harus menuntun kita pada konteks yang tidak terbatas. Karena jika terbatas, maka nilai dasar dari suatu agama sama halnya seperti manusia yang terbatas oleh ruang dan waktu. Tentunya agama dalam konteks yang terbatas tidak akan bertahan sampai akhir. Padahal manusia membutuhkan sebuah tuntunan yang akan mempengaruhi nilai kehidupan. Tuntunan tersebut berupa sebuah kepercayaan yang akhirnya melahirkan sebuah agama. Namun, dengan adanya perbedaan pandangan berpikir menunjukkan adanya perbedaan kepercayaan. Lantas bagaimana jika semua itu dipercayai?
Hubungan atau interaksi yang seperti banyaknya kepercayaan akan menimbulkan keraguan atau doubtful. Akhirnya manusia tidak memiliki nilai yang berujung dari arti kehidupan dalam aktivitasnya. Karena ketika mempercayai lebih dari satu kepercayaan sama halnya tidak mempercayainya sama sekali. Sekalipun kepercayaan tersebut melahirkan nilai kehidupan yang disebut dengan tradisi-tradisi yang ada. Manusia memerlukan satu kepercayaan yang dalam kenyataan aktivitas manusia memiliki sebuah kebenaran yang mendasar. Dimana kebenaran tersebut tentulah berasal dari manusia itu sendiri melainkan dari sumber tersendiri. Sumber dan nilai kehidupan tersebut haruslah mutlak dan kebenaran yang mutlak itu hanya bersumber dari Tuhan.
Kepercayaan yang sifatnya mutlak tersebut akan menopang kehidupan manusia ke arah yang mengkerucut kepada hal yang duniawi dan non-duniawi. Maka, kebenaran yang sifatnya mutlak tersebut haruslah menjadi fondasi dalam kehidupan manusia. Maka, dari awal terciptanya manusia sampai sekarang ini, kebenaran tersebut haruslah berlandaskan nilai-nilai kebenaran yang mutlak dan bersumber dari Tuhan, yaitu Allah SWT. Oleh karena itu, dalam bentuk nyatanya manusia perlu menjalaninya. Dan Islam menjawab tantang kehidupan tersebut melalui sebuah pengakuan berupa kalimat persaksian.
Tiada tuhan selain Allah merupakan kalimat pengakuan tersebut. Kalimat yang merupakan identitas paling dasar dari Islam. Dan ini menunjukkan bahwa, Islam itu bukan hanya sekedar sebuah agama yang menuntut kepada kehidupan yang tidak kacau balau saja, melainkan memiliki efek yang sifatnya bukan duniawi saja melainkan juga mampu menembus spiritual yaitu ukhrawi. Kalimat persaksian tiada tuhan selain Allah itu mengandung gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan “Tidak ada Tuhan” meniadakan segala bentuk kepercayaan seperti tradisi-tradisi yang ada, sedangkan perkataan “selain Allah” memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan menetapkan dan memilih nilai nili, dan itu berarti tunduk kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia itu sendiri. Tunduk dan pasrah itu disebut Islam.
Al-Qur’an QS 3:19 menunjukkan bahwa, Islam itu bukan hanya sekedar Agama, Islam itu merupakan din yang dalam menurut pemahaman saya bahwa Islam itu comprehensive sifatnya. Yaitu, menyeluruh dalam kehidupan manusia. Maka, Islam itu rahmatan lil’alamin. Pemahaman mengenai Islam harus dalam kerangka satu kesatuan hubungan antara manusia dengan Allah SWT dan manusia dengan manusia lainnya. Oleh karena itu para ahli menyimpulkan Islam sebagai:
- Islam as a resources
- Islam as a culture
- Islam as an action
Sehingga, ketika ketiga hal ini terintegrasi dalam personal seorang manusia, ia memiliki identitas berupa Islam. Bahasa lainnya adalah Muslim. Oleh karena itu, perlu kepercayaan tersebut akan menghilangkan keraguan yang ada dalam benak manusia. Hal tersebut dapat dilakukan dengan adanya sebuah keimanan.
Dalam hal ini Islam menuntun kita kearah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Agama menempatkan jalan yang ditempuh oleh umat manusia untuk mengetahui bahwa kehidupan yang dijalani bukan hanya sekedar berefek kepada dunia saja. Ketika nilai-nilai ini dijalani, akhirnya manusia dituntut untuk mempelajarinya. Karena dengan mempelajarinya, Tuhan memberikan rahmat pengetahuan untuk manusia sebagai bentuk kelengkapan berupa khalifah fil ard (QS 2:30). Bukan menjerumuskan kepada kesengsaraan. Dan akhirnya kita sadar bahwa kita merupakan makhluk yang berasal dari-Nya dan kembali kepada-Nya (QS 2:156). Tentunya dalam sekarang ini berasal dari Kitabullah dan Sunnatullah.
Dalam hal ini Islam menuntun kita kearah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Agama menempatkan jalan yang ditempuh oleh umat manusia untuk mengetahui bahwa kehidupan yang dijalani bukan hanya sekedar berefek kepada dunia saja. Ketika nilai-nilai ini dijalani, akhirnya manusia dituntut untuk mempelajarinya. Karena dengan mempelajarinya, Tuhan memberikan rahmat pengetahuan untuk manusia sebagai bentuk kelengkapan berupa khalifah fil ard (QS 2:30). Bukan menjerumuskan kepada kesengsaraan. Dan akhirnya kita sadar bahwa kita merupakan makhluk yang berasal dari-Nya dan kembali kepada-Nya (QS 2:156). Tentunya dalam sekarang ini berasal dari Kitabullah dan Sunnatullah.
Post a Comment